PEMERINTAHAN - Di bawah langit biru yang membentang di atas Nusantara, harapan rakyat Indonesia kini menggantung pada satu nama, Prabowo. Ia bukan sekadar presiden bagi mereka, ia adalah penjaga mimpi yang selama ini terpendam, harapan yang terus menari-nari di relung hati rakyat kecil, hingga konglomerat di balik meja-meja besar.
Harapan rakyat sederhana, tapi menyentuh relung jiwa. Mereka ingin keadilan, tidak hanya sebatas kata yang indah diucapkan di mimbar-mimbar mewah, tapi nyata hadir dalam keseharian. Mereka lelah menyaksikan hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas. “Pak Presiden, ” bisik rakyat kecil, “hukumlah kami jika kami salah, tapi jangan biarkan kami jadi korban penguasa yang culas.” Mereka rindu seorang pemimpin yang berani menegur aparat yang lupa janji sucinya untuk mengabdi.
Baca juga:
Sekda Kuningan Gelar Kemah Baladhika
|
Lalu, ada soal pendidikan. Anak-anak bangsa berharap tidak sekadar duduk di bangku sekolah yang reyot, dengan atap yang bocor kala hujan datang. Mereka ingin belajar tanpa harus risau soal uang iuran atau seragam yang mahal. “Pak Presiden, ” rengek anak kecil di sudut desa, “kami ingin pintar, agar suatu hari kami bisa membantu negeri ini, seperti Bapak.” Pendidikan adalah jendela dunia, tapi bagi sebagian besar rakyat, jendela itu masih tertutup debu ketimpangan.
Pelayanan kesehatan pun menjadi jeritan lain. Di pelosok-pelosok negeri, seorang ibu menggendong bayinya yang sakit sambil menatap rumah sakit yang jauh dari jangkauan. “Pak Presiden, ” kata sang ibu dengan mata berkaca-kaca, “tolong jangan biarkan kami mati hanya karena kami miskin.” Harapan rakyat sederhana: jika mereka sakit, mereka ingin sembuh, tanpa harus menjual sawah atau perhiasan terakhir yang mereka miliki.
Di pasar-pasar, pedagang kecil mengeluh tentang pajak. Mereka tidak keberatan menyumbang untuk negara, tapi mereka ingin keadilan. “Pak Presiden, ” ujar seorang pedagang yang tangannya hitam legam karena bekerja keras, “jangan pajaki kami jika uang itu hanya untuk membiayai pejabat yang korup.” Mereka ingin negara hadir membantu, bukan sekadar meminta.
Tentu, tidak bisa diabaikan juga harapan besar untuk ekonomi. Di desa-desa, petani memandangi sawah mereka yang kering, berharap pemerintah hadir dengan solusi. Nelayan di laut lepas, menunggu bahan bakar yang terjangkau. Mereka tidak meminta kaya, hanya cukup untuk hidup layak. “Pak Presiden, ” ujar mereka sambil menatap jauh, “jadikan kami kuat, bukan terus tergantung.”
Namun, harapan terbesar mungkin adalah ini: ketegasan terhadap korupsi. Rakyat ingin Prabowo jadi penjaga, bukan hanya presiden. Mereka ingin ia melibas pejabat-pejabat korup dengan ketegasan yang tanpa kompromi. “Pak Presiden, ” bisik rakyat dari sudut negeri, “jika kami salah, hukum kami. Tapi jika pejabat curang, jangan biarkan ia tertawa di atas penderitaan kami.”
Terlalu besar harapan ini, memang. Tapi bukankah harapan itu seperti angin? Ia terus berhembus, membawa suara-suara rakyat yang ingin didengar. Kini, angin itu bertiup kencang ke arah Istana, membawa pesan yang sederhana namun penuh makna: “Pak Presiden, jadilah pemimpin, jadilah pelindung, jadilah pengayom. Kami hanya ingin hidup layak di negeri kami sendiri.”
Jakarta, 10 Desember 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi